Tuesday, 10 November 2009

≈ RIP Puriwati Purasari Andono (DuKungan Terhadap Petrus Rampisela) ≈

≈ KoKi Post – Old Gum Tree ≈

aKoe taK Kenal Puri, (aKoe pun taK Kenal Oca),
aKoe, sampai penayangan tulisan ini, belum membaca tulisannya langsung.
aKoe taK merasa perlu untuK ceK dan riceK “pengalaman” hidupnya sebagai penderita KanKer payudara.
yang aKoe tau aKun Puri sudah “dipateni” Kompasiana dengan tidaK hormat.

Berita mengenai PuRIP-nya seorang Kompasianer diterima Pepih Nugraha dari Dr.dr. Anugra Martyanto, SpB.Onk, FICS, Ph.D, M.Kes. M.Si. Sebuah pesan singKat masuK Ke HP sang doKter yang juga Kompasianer. (TidaK ada informasi siapa yang ngirim SMS dan tidaK ada pembicaraan via telepon Ke si Pengirim pesan tsb untuK “seKedar” menanyaKan Kebenaran berita “duKa” ini.) It’s too late. Puri sudah digemboK oleh admin dan itu memang Kewenangannya.

Begitu banyaK “dediKasi” yang telah direncanaKan untuk mendiang Puri. Salah satunya adalah mendiriKan “Yayasan Puri.” So what? Masalahnya adalah seorang Kompasianer telah memverifiKasi bahwa Puriwati adalah "fiKtif" dan Puri disinyalir pura-pura "mati". Kecolongan? Begitulah Kalau Kompasiana “terlalu” percaya dan meng-agung-agungKan “real” people (buKan anonym). Apa dasarnya? SimaK petiKan tulisan Pepih Nugraha di bawah ini:

“Ketika saya menerima informasi “kematian” Puri dari dr Anugra Martyanto, saya langsung membuat postingan di atas kuburan almarhumah Ibu (kebetulan waktu itu sedang nyekar). Saya langsung tergugah dan jatuh simpatik tanpa cek dan ricek terlebih dahulu (masak untuk simpatik harus cek dan ricek sih?), saya langsung membuat postingan untuk mengajak Kompasianer membuat tulisan tentang Puri dengan harapan semua tulisan itu dikompilasi menjadi sebuah buku. Saya bahkan berjanji bersedia menjadi editor buku itu. Dr Anugra malah bersedia membiayai sebagian ongkos produksi penerbitan buku itu!”

“Akan tetapi, postingan Budiman Hakim berjudul Tokoh Fiktif di Kompasiana, mengisyaratkan bahwa apa yang dilakukan Puri adalah hoax, penipuan, dan pembohongan publik secara vulgar demi sebuah lomba atau sayembara iklan. Kita tahu, Budiman Hakim adalah praktisi periklanan yang namanya menembus batas dunia iklan itu sendiri, sehingga apa yang dipostingkannya, khususnya mengenai indikasi Puri menipu publik, sangat layak dipercaya.”

Tanpa bermaKsud mengurangi atau menyangsiKan “KepaKaran” Anugra Martyanto dan Budiman Hakim dalam bidangnya masing-masing, aKoe melihat bahwa nama Kedua Kompasianer tsb, bagi seorang Pepih Nugraha, merupaKan jaminan untuK mempercayai “KeaKuratan” berita game over-nya Puri. Bagaimana apabila aKun registered member telah di-hacK dan pembobol nya menyalah-gunaKan aKun tsb dengan memposting tulisan “fiKtif”?

Seperti Kasus Oca-KoKi Kompas Komuniti, "berita duKa" dan tindaKan “pemasungan” aKun Puri menuai Pro dan Kon. Salah satu duKungan datang dari Petrus Rampisela. Dari seKian banyaK Komentar untuK postingan Petrus Rampisela, aKoe Kutip di sini. “Pembelaan” Petrus Rampisela pada tanggal 10 November 2009 puKul 04:38 berbunyi:

“Iya Mbak saya paham, tapi saya tetap ingin bersama Penulis nya, saya cuma ingin berkata bahwa dia tidak sendiri. Itu saja, dan maafkan saya.”

Tanpa banyaK Komentar, aKoe hanya ingin menyampaiKan bahwa Petrus Rampisela “tidaK sendiri”.

Catatan Uploader: Foto di atas ini pernah diterbitKan di The Late KooKKaburra. Ucapan duKa yang spontan diKirim begitu mendengar berita "Kematian" Oca, salah satu TTM (Teman Teman Maia) KooKKaburra.

**Kalau saja si Abu sedang tidaK dirantai oleh majiKannya,tentu dia dapat melaKuKan investigasi, mem-verifiKasi dan menemuKan faKta mengenai Keberadaan (oops “Kematian”) Puri, sebagaimana Abu telah suKses menangani Kasus Oca.**

4 comments:

Anonymous said...

Adakah sangsi bagi penyebar hoax (dalam tanda petik)? Kalau toh hoax, kenapa cuman dibekukan? Kenapa tidak diberangus saja??

hoaX factor said...

kepada denmas anonymous :
siapa yang harus memberi sanksi ? orang-orang penyebar hoax itu tidak bisa diberangus , mereka menjelma dalam bentuk lain (reinkarnasi). Mungkinkah karma berlaku di dunia cyber ?

hoaX factor said...

kepada denmas anonymous :
siapa yang harus memberi sanksi ? orang-orang penyebar hoax itu tidak bisa diberangus , mereka menjelma dalam bentuk lain (reinkarnasi). Mungkinkah karma berlaku di dunia cyber ?

KoKiPost said...

Ladies n Gentlemen,
Adakah sangsi? dan siapa yang harus memberi sangsi? itu juga pertanyaan kami. Seandainya ada rules of the game dari admin Rumah Sehat Kompasiana ttg tata tertib penulisan (as long as tdk mengandung SARA) dan ttg identitas asli, tentunya konsekwensinya yg palsu mesti ditindak (dipateni). Seandainya ada aturan tidak mengandung SARA tapi "berpotensi" hoaX, IMHO, yg menyebarkan "hoaX" ini kudu ditindak juga (sang dokter dan admin itu sendiri) - tapi ini menurut kami selaku "pengintip", gitulo ...

Sinyalemen bhw secara umum "hoaXer" tdk dpt diberangus dan bereinkarnasi dlm bentuk lain mungkin dpt diterima, dgn catatan ... lagi lagi menurut hemat kami apa yg dia lakukan itu sdh memenuhi syarat2 spt (tdk mengandung SARA).

Tentu ada motivasi or hidden agenda dari keputusan admin rumah sehat tsb utk membekukan tapi tidak memberangus akun Puri, selain drpd "memberi pelajaran bagi publik" ;).

Karma MUNGKIN saja terjadi di mana2, termasuk di dunia cyber ;)

Satu hal yg membuat kami cukup "menggigil" adalah: ketika krans bunga duka belum juga dikirim dan ketika tanah merah itu belum "disekari" ndalilah kok org2 dah pada ribut mau cetak buku???